About Us

Foto saya
Hello, we are daichan fans. And my name is Da-chan :)This Is About Daiki Arioka : * Name: 有岡大貴, Arioka Daiki * Nicknames: Arii, Dai-chan * Profession: Singer, actor * Birthdate: April 15, 1991 * Birthplace: Chiba Prefecture * Blood Type: A * Height: 163.5 cm * Weight: 48 kg * Agency: Johnny's Jimusho * Admired senpai: Katori Shingo * Former groups: J.J. Express, Hey! Say! 7, Hey! Say! JUMP * Fav. Food: Omelette * Disliked Food: Tomato, Mayonnaise * Fav. Sport: Soccer * Fav. Subject: English * Disliked Subject: Mathematics * First Love: Primary School Year 1 Belonged to JUNES Project before he entered Johnny's Entertainment.

:):):)

:):):)
If You Lucky, You Will See Some Word From Us :)

What Do You Think About DAICHAN?

Minggu, 27 Maret 2011

Daichan Fanfic - The Wasted Messenger God - Part 4 (Indonesia sub) (Before Ending)


Daiki memandang tubuh yang tak bernyawa itu. “Tidak, kau tidak perlu minta maaf”, desisnya. Air matanya jatuh, “kau hidup karena takdirmu, sekarang aku begini karena takdirku ”
õõõ
Yuto mendatangi sebuah rumah kecil yang indah. Ia mengetuk pintu rumah tersebut. Suara langkah kaki yang terburu-buru terdengar dari dalam rumah itu dan tak lama pintu rumah terbuka. Seorang anak laki-laki nampak di depan pintu itu.
“Kau Cinnen?”, Tanya yuto sambil mengerutkan dahinya.
“Ya. Dan kau?”, balas Cinnen.
“Oh, aku. Yuto Nakajima Messenger God”, kata Yuto santai.
“Kau! Ya ampun, ternyata benar-benar ada. Tapi kamu terlihat seperti manusia biasa ya? Apa benar kau adalah utusan Dewa?”, tanyanya bertubi-tubi. “Oh iya, silahkan masuk!”, tambahnya.
Yuto menempati tempat duduk yang telah disediakan. Matanya melihat sekeliling, ketika Cinnen langsung berdiri dihadapannya.
“Jadi, kau bisa mengabulkan setiap permintaan manusia?”, kata Cinnen terlihat antusias.
“Hn”, Yuto menimpalinya dengan anggukan kepala. “Jadi apa permintaamu?”, Tanya yuto, langsung.
Cinnen terlihat sedang berpikir. Ia menggaruk-garuk kepalanya. Yuto yang melihat tingkah laku itu, menjadi heran. “Kau? Apa kau tidak punya permintaan?”, ujar yuto yang suda tidak sabar menunggu.
Sedangkan Cinnen masih terlihat berpikir keras. Yuto berdiri dari tempat duduknya, menunjukkan ancang-ancang bahwa ia akan segera pergi. “Eh, tunggu, tunggu! Aku punya permintaan, tapi sedang aku pertimbangkan, karena keinginanku itu banyak sekali”, ujar Cinnen yang melihat tundakan yuto.
“Hah?”, yuto terlihat keheranan dengan tingkah laku anak di hadapannnya itu. “Hei, apa kau sadar makhluk apa yang berada dihadapanmu ini!”, yuto memandang Cinnen tajam.
“Ya, makluk yang bisa mengabulkan permintaan manusia!”, jawab Cinnen diiringi dengan tawa cerianya. “Seperti film yang aku lihat. Seseorang yang menemukan lampu ajaib, saat orang itu menggosoknya tiba-tiba keluar makhluk yang bisa mengabulkan permintaan orang itu”, lanjutnya masih dengan diiringi tawanya.
Yuto menundukkan kepalanya, ia menghembuskan napasnya. Lalu mengangkat kepalanya kembali dengan perlahan. “HEH! LU PIKIR GUA INI JIN!!!!”, teriak yuto. Dan Cinnen terlihat kaget sesaat, tetapi dilanjutkan oleh senyum, dengan tawa kecil.
“Apa kau sadar. Hal ini berbeda dengan Jin atau film-film yang pernah kau lihat, permintaanmu ini melibatkan nyawamu! Kau akan mati setelah keinginanmu terkabul. Apa kau tahu itu?”, jelas yuto dengan nada tegas.
“Tentu aku tahu”, senyum di wajah Cinnen hilang seketika.
“Sekarang, aku tahu apa yang kuinginkan! Kau akan mengabulkannya bukan?”, lanjut Cinnen, yang ekspresi wajahnya terlihat tersenyum kembali.
Yuto lagi-lagi heran dengan tingkah laku anak itu. “Apa?”
õõõ
“Wah, ada kue coklat”, gumam hikaru yang melihat sekotak kue coklat di ruang tengah. Saat ia akan memotong kue itu, seseorang menepuk punggungnya dari belakang.
“itu kue ku”, ujar Daiki.
“Uhm… kalau begitu, boleh aku memintanya? Sepotong saja”, pinta Hikaru. Daiki terlihat sedang menimbang-nimbang jawaban yang akan dilontarkannya. Hikaru berharap banyak.
“Tidak”, jawabnya Daiki singkat. “Kue ini punyaku. Diberikan untukku”.
“Pelit”, sindir Hikaru. Saat itu dua orang pria menghampiri mereka. Seseorang dengan wajah baik dengan senyum yang dibuat-buat, sedangkan yang satunya lagi menampakkan wajah yang dingin.
“Hai, kalian berdua sedang apa?”, yabu menyapa dengan senyum.
Keduanya tidak menanggapi. “Wah, ada kue coklat. Oh, iya. Selamat ya Daiki, kau sudah melaksanakan tugas dengan baik”, kata yabu sambil mengulurkan tangannya pada Daiki.
Daiki menghiraukan ulurang tangan, tanda ucapan selamat dari yabu. Ia mendengus kesal.
“Hm… sombong sekali kau Daiki!”, Yabu menurunkan tangannya. “ Bagaimana menurutmu yamada? Daiki telah memberikan pertunjukan yang menarik bukan?”, tanyanya pada laki-laki disampingnya itu.
“sepertinya begitu, Yabu-san”, jawab yamada datar.
Sesaat kemudina ditengah suasana yang sedang memanas itu. Suara pintu utama rumah itu terdengar terbuka. Semua orang di ruang tengah itu menoleh ke arah pintu.
“yuto!”, kata Hikaru.
Saat yuto memasuki ruang itu, semua menoleh dan terkejut saat melihat seseorang dibelakang yuto.
“Hei, berani-beraninya kau membawa orang lain memasuki kediaman kita!”, kata yamada pada yuto, sedikit kesal melihat sesosok manusia dihadapannya itu.
“Siapa yang kau bawa itu?”, tanya Daiki
“Hai, aku Cinnen!”, jawab Cinnen memperkenalkan diri.
õõõ
Ruang kerja itu sunyi, padahal ada dua orang yang berada di ruang itu. Seseorang dari mereka, memukul meja dengan keras sehingga membuat suasana menjadi tegang.
“Yuto apa yang kau lakukan dengan manusia itu!!! Mengapa kau membawanya kemari!”, Yabu terlihat sangat marah.
Yuto yang kaget melihatnya, berusaha menjawab dengan tenang. “Itu, itu adalah permintaannya”
Yabu melirik Yuto, memandangnya dengan penuh pertanyaan.
õõõ
Di ruang tengah
Ketiga makhluk itu duduk santai tanpa menghiraukan keberadaan manusia di tengah-tengah mereka. Cinnen yang merasa bosan dengan keheningan itu, melihat sesuatu yang menarik. Ia mengambil benda itu, lalu…
“YA, AMPUN! Hei manusia, apa yang kau lakukan dengan kue coklatku?”, kata Daiki yang kaget melihat Cinnen mengambil potongan kue coklatnya dan langsung melahapnya.
“Makan”, kata Cinnen sambil mengunyah kue itu. “Habis kuenya tidak dimakan, kan sayang”, tambahnya lagi.
“Dasar, manusia tidak tahu sopan santun! Seharusnya kau tidak boleh mengambil sesuatu yang bukan milikmu…”, selagi Daiki mengomel tidak jelas, Cinnen menyela perkataannya.
“Tapi, Aku kan sahabat kalian”, katanya. Daiki berhenti mengoceh, dan dua orang lainnya memandang Cinnen heran.
“maaf, kau bilang apa?”, kata yamada meyakinkan apa yang didengarnya.
“Ya, aku ini adalah sahabat Yuto. Dan, bukankah kalian juga sahabat yuto. Berari sahabat dari sahabatku adalah sahabatku juga”, jelasnya polos.
“Hei, hei, manusia, kami memang tinggal serumah selama berpuluh-puluh tahun, tapi bukan berarti kami sahabat”, Hikaru menjelaskan dengan cepat.
“Masa sih? Wah, padahal kalian terlihat akrab sekali”, kata Cinnen.
Tak lama kemudian, Yuto dan Yabu kembali ke ruang tengah. Saat mereka datang, bertubi-tubi pertanyaan langsung menymbut mereka.
“Yabu-san, ada apa ini kenapa manusia ini berada di tempat tinggal kita?”, Tanya yamada.
“manusia ini sangat menyebalkan, kenapa kau membawanya kemari yuto?”, Tanya Daiki
“Ya, anak ini sok tau”, tambah Hikaru.
Yabu berusaha menenangkan dirinya sendiri, ia mencoba tersenyum seperti biasanya, senyum yang dibuat-buat. “Kalian semua, dengarkan! Mulai hari ini sampai dua minggu kedepan kalian harus menemaninya, ehm… bisa dikatakan juga menjadi sahabatnya”, Yabu menghembuskan napasnya. “Ya, itulah permintaanya”
Semuanya terdiam sejenak. Mereka masih mencerna kata-kata yang baru saja dilontarkan oleh Yabu. “Apa? Menemaninya? Permintaan macam apa itu?”, Tanya Daiki
“Sekarang aku tinggal sendirian, kakak dan kedua orang tuaku sudah meninggal, tidak punya teman, dan aku kesepian. Maka dari itu aku meminta kalian semua menjadi temanku”, Cinnen mengakhiri kalimatnya dengan senyum.
“Hah? Apa kau gila? Apa kau sadar akan bayaran atas permintaanmu itu?”, balas hikaru. “Kau hanya menginginkan teman? Dan, apa kau sadar apa yang akan terjadi setelah permintaanmu terpenuhi”, lanjutnya.
Cinnen diam sejenak, “ya, aku tahu. Mati”. Dia kembali tersenyum, “aku akan mati”
õõõ
Seperti biasanya, Hikaru menghabiskan waktu sorenya dengan menikmati coklat panas di balkon lantai dua, sendirian. Tapi, hari ini ia tidak mendapatkan ketenangan seperti biasanya.
“Hoi, Hikaru-san”, panggil seseorang dari belakang.
Hikaru memalingkan wajahnya. “Cih, ternyata kau manusia! Aku sedang tidak ingin diganggu, pergilah!!!”, usir hikaru.
“Wah, ternyata kau kasar sekali ya!”, Cinnen pergi meninggalkan hikaru. “Hn… padahal kata kakakku, kau adalah orang yang baik”, kata Cinnen sebelum meninggalkan hikaru.
Hikaru tersentak kaget mendengar kata-kata terakhir Cinnen. Ia, menengok kearah Cinnen berada tadi, tapi ia tidak bisa melihat sosoknya lagi.
To be continued..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar