About Us

Foto saya
Hello, we are daichan fans. And my name is Da-chan :)This Is About Daiki Arioka : * Name: 有岡大貴, Arioka Daiki * Nicknames: Arii, Dai-chan * Profession: Singer, actor * Birthdate: April 15, 1991 * Birthplace: Chiba Prefecture * Blood Type: A * Height: 163.5 cm * Weight: 48 kg * Agency: Johnny's Jimusho * Admired senpai: Katori Shingo * Former groups: J.J. Express, Hey! Say! 7, Hey! Say! JUMP * Fav. Food: Omelette * Disliked Food: Tomato, Mayonnaise * Fav. Sport: Soccer * Fav. Subject: English * Disliked Subject: Mathematics * First Love: Primary School Year 1 Belonged to JUNES Project before he entered Johnny's Entertainment.

:):):)

:):):)
If You Lucky, You Will See Some Word From Us :)

What Do You Think About DAICHAN?

Minggu, 27 Maret 2011

Daichan Fanfic - The Wasted Messenger God - Part 2 (Indonesian Sub)


Daiki menopang dagunya dengan tangan kanannya, “setuju?”tanyanya. Kyoko meninmbang-nimbang kembali persyaratan yang telah disebutkan itu. Kyoko berpikir sesaat.
“Apa benar-benar harus dibayar dengan nyawaku?”, Kyoko agak ragu. “Tapi, baiklah. Aku setuju”, katanya dengan nada suara yang tampak meyakinkan.
Daiki menaikkan sebelas alis matanya, tersenyum tipis. “Hn… baru kali ini ada manusia yang sangat cepat mengambil keputusan. Biasanya aku harus meyakinkan mereka terlebih dahulu”, katanya sembari mengambil sesuatu dari sakunya.
“Apa yang membuatmu sangat yakin dengan perjanjian ini?”, Tanya Daiki.
Kyoko melipat kedua tangannya, memasukkan keduanya ke dalam jaket yang dipakainya. “Kami ini keluarga yang kurang berkecukupan. Aku saja harus berhenti sekolah dan bekerja keras untuk keluarga ini. Ditambah lagi, ibu yang tiba-tiba jatuh sakit”, kyoko menghembuskan napasnya. “Jujur, aku sudah tidak sanggup membiayai pengobatan ibu dan segala kebutuhan adikku”
“Kalau kau mati, bukankah itu akan mempersulit kehidupanmu?”, Daiki membalas dengan nada sinis. Kyoko tersenyum, seakan tidak ingin kalah dengan argumen seseorang dihadapannya. “Jika aku mati, mereka akan mendapat asuransi atas kematianku. Jadi, aku rasa mereka akan hidup berkecukupan”, kali ini Kyoko tersenyum penuh kemenangan.
“Semoga saja kau tidak menyesal”, Daiki memandang Kyoko, pandangan yang penuh arti. Sekarang Kyoko bisa tersenyum, seolah semua akan baik-baik saja. Dengan keegoisan yang dimiliki makhluk ini, ia tidak dapat memberitahu apa-apa. Menurut peraturan yang ada ‘ tidak memberikan informasi tentang apapun yang tidak diperlukan’, itu adalah kebaikian bagi kedua pihak.
“Baiklah untuk meyakinkan perjanjian ini sekali lagi. Apakah kau, Nishimura Kyoko menyetujui perjanjian ini dengan segala konsekueksinya?”
“Ya, aku setuju”
Daiki meraih tangan kanan kyoko, memberikan goresan kecil pada tangan kyoko dengan pisau kecil miliknya. Darah segar itu pun menetes di atas surat perjanjian. Darah yang melambangkan persetujuan antara mereka.
õõõ
Hari ini Kyoko memutuskan untuk membeli kue ulang tahun untuk adiknya. Ia mendapatkan cake coklat dengan tulisan Happy birthday diatasnya. Kyoko menggenggam kotak yang berisi kue itu dengan hati-hati.
Ia memutuskan untuk pulang. Pandangan Kyoko terus tertuju pada kotak kue yang dibawanya itu, ia tidak ingin kue itu hancur karena kecerobohannya. Karena terlalu fokus dengan kue yang dibawanya lantas kyoko tidak memperhatikan sekelilingnya. Saat berbelok pada pertigaan yang dilewatinya, motor yang berkecepatan tinggi tepat berada beberapa meter didepannya.
Saat itu Kyoko hanya dapat terkejut. Kakinya gemetar beberapa detik. Tiba-tiba seseorang menarik tangannya dan mendekapnya dalam pelukan.
Kyoko yang masih terkejut melihat seseorang yang menariknya itu. “Daiki?”, katanya heran. “Kenapa kau bisa berada disini?”
“Untuk memastikan klienku tidak mati sebelum perjanjian itu terpenuhi”, jawabnya santai. Daiki mengambil kotak kue yang tadi sempat terjatuh, dan memeberikannya pada Kyoko.
Kyoko yang terlihat panik karena kuenya terjatuh langsung mengecek kondisi kue itu. “Huft… masih bagus”, ujarnya merasa lega karena kuenya baik-baik saja.
“Baiklah, aku antar kau pulang. Untuk memastikan kau tidak mati sebelum waktunya”, Daiki menggenggam tangan Kyoko dan berjalan disampingnya.
Dalam perjalanan Kyoko terus mengajukan pertanyaan pada Daiki. Kyoko memang tipe orang yang tidak bisa berdiam diri dalam keheningan. “Jadi kau suka coklat?”, tanyanya yang melihat Daiki membuka bungkusan coklat yang dibawanya.
“Sebenarnya bukan hanya coklat. Tapi semua yang manis”, jawab Daiki.
“Apakah itu memang makanan bagi kalian? Makanan manis?”, Tanya kYoko yang masih penasaran.
“Tidak juga. Sebenarnya kami tidak butuh makan, jadi tidak makan juga tidak apa-apa. Hanya saja makanan manis itu seperti…”, Daiki terlihat berpikir untuk menemukan kata-kata yang tepat. “Seperti rokok bagi manusia, bisa membuat candu atau ketagihan. Uhm… ya semacam itulah”.
Kyoko tertawa kecil mendengar penjelasan itu, “Kalau begitu, nanti kau bisa memakan cake coklat ini di hari ulang tahun adikku. Yaa, walaupun pasti dihari itu aku sudah mati dan tidak bisa memakan kue ini bersama kalian nanti.”. Kyoko masih tersenyum, Daiki heran melihat tingkah gadis itu. Padahal ia akan mati, tapi kenapa bisa sesantai itu. Pikir Daiki.
“Nanti temani adikku memakan kue ini ya”, kini wajah kyoko terlihat sendu. Daiki tidak menanggapi permintaan Kyoko, karena ia tahu ia tidak bisa memenuhi permintaannya itu.
“Uhm… apa kau benar-benar utusan dewa? Mm… maksudku, kau Nampak seperti manusia biasa…”, Tanya kyoko yang merasa sudah mulai akrab dengan Daiki.
Daiki yang sedang asyik dengan coklat batangan yang dimakannya tidak menanggapi pertanyaan itu. Ia menghabiskan batangan coklatnya dan meremas bungkus coklat itu. Membuang bungkusnya ke tanah. “Kau tahu? Aku sendiri tertawa geli mendengar julukan itu! Hahahaha…”, Daiki tertawa lepas, tapi tawanya terdengar hambar. “Utusan dewa”, Daiki tersenyum tipis, “Utusan Dewa yang dibuang dari langit, itulah tepatnya”, kini senyum diwajahnya hilang.
Daiki menunjuk bungkusan coklat yang tadi dibunagnya, “dan kau tahu? Sesuatu yang dibuang itu, tidak lebih dari SAMPAH”,ia mengucapkan kalimat itu dengan penekanan di kata terakhirnya.
Terlihat rasa tidak enak pada raut wajah Kyoko, “Maaf… aku tidak bermaksud…”. Daiki menggenggam tangan kyoko, “tak apa”, katanya sambil melanjutkan langkah mereka.
Setelah itu tidak ada percakapan diantara mereka, Kyoko tidak tahu harus membicarakan apa lagi dengan Daiki. Tapi ia mencoba memulainya, lagipula kyoko sangat penasaran dengan makhluk yang ada disampingnya itu, “Daiki, mengapa manusia yang tidak membuat perjanjian denganmu bisa melihat wujudmu? Di beberapa film yang ku tonton mereka tidak dapat melihat dewa”, Tanya kyoko polos.
Daiki tertawa mendengarnya, “Kau suka menonton film yang seperti itu ya?”, daiki melanjutkan tawanya. Ia menutup mulutnya dengan tangan kanan untuk menahan tawanya. “Kan tadi sudah aku bilang, aku ini adalah ‘yang terbuang’, jadi bisa dibilang aku bukan dewa yang sempurna”.
Lagi-lagi Kyoko merasa tidak enak pada Daiki. Tapi ternyata, saat melihat Daiki ia mendapatinya sedang tersenyum. Senyum yang berbeda dengan yang tadi. Karena terus memandang Daiki, ia tidak menyadari ada seseorang yang menghampiri mereka. Langkah Daiki terhenti, kelihatannya ia menyadari keberadaan orang tersebut. Kyoko yang melihat Daiki berhenti juga ikut berhenti, saat ia mengarahkan pandangannya ke depan, ia mendapati seorang laki-laki dihadapannya.
“Hai, Daiki”, sapanya.
“Hn… Takaki. Ada apa kau kemari?”, Daiki menyesali pertanyaannya itu. Ia berharap Takaki tidak menjawab pertanyaannya itu. “Aku disini hanya mengerjakan tugas untuk….”, belum sempat takaki meneruskan kalimatnya, Daiki memotongnya.
“Kyoko, ini temanku Takaki”, Kata Daiki memperkenalkan orang dihadapannya itu. Takaki tersenyum, “Hai, aku Yuya Takaki. Salam kenal katanya”.
“Nishimura Kyoko”, Kyoko membungkukkan badannya. Disaat Kyoko membungkukkan badannya, Takaki melirik Daiki dan Tersenyum sinis. “Apa kau juga Dewa?”, Tanya kyoko. Saat Takaki ingin menjawab, Daiki langsung menyerobotnya. “Ya, dia juga Dewa. Tapi dia tidak sama sepertiku”. Daiki menarik tangan takaki, “Kyoko, aku ingin bicara dengan takaki sebentar”, kyoko hanya menganggukan kepalanya.
Daiki membawa Takaki beberapa meter dari tempat kyoko berada, kira-kira sampai kyoko tidak bisa mendengar pembicaraan mereka.
“Jangan mengacaukan tugasku!”, bentak Daiki. Takaki memandang mata Daiki, “aku hanya melakukan tugasku”, katanya ringan. “Yang kau ambil nyawanya adalah adiknya, mengapa kau mendatangi kyoko?”, balas Daiki.
“Aku tidak mendatanginya”, Takaki tersenyum simpul “Aku datang untuk menemuimu… kawan lama”. Daiki terlihat gusar dengan kata terakhir yang diucapkan Takaki.
“Kelihatannya kau sangat menikmati ‘pekerjaanmu’ ini”
õõõ
Kyoko bersandar di tembok, ia memandang dua laki-laki itu terlihat serius membicarakan sesuatu. Ia memalingkan pandangannya ke jalan raya.
“Ramai sekali hari ini”, bisiknya pada dirinya sendiri. Tiba-tiba seseorang menepuknya dari samping.
“Kyoko?… Wah benar ternyata kau Kyoko”, Ujar orang itu
“Yuri! Sudah lama sekali kita tidak bertemu”, Kyoko memeluk sahabat lamanya itu. Yuri adalah temannnya sewaktu ia masih bersekolah. Saat ia memutuskan untuk berhenti sekolah dan mulai bekerja, ia tidak pernah bertemu dengan Yuri lagi.
Kyoko menceritakan tentang ulang tahun adiknya, dan ia meminta Yuri untung datang.
“Oh, iya. Tadi aku melihatmu bersama seorang pria. Siapa dia? Pacarmu?”, kata yuri jahil.
“Oh, dia temanku”, jawab Kyoko. “Teman yang sangat baik”, lanjutnya.
“Sekarang dimana dia? Kenalkan padaku dong!”, pinta Yuri sambil tersenyum nakal. Kyoko langsung menunjuk tempat dimana Daiki berada. “Hah, sedang apa dia sendirian di sana?”, tanya Yuri heran.
“Eh, iya. Aku harus pergi ke suatu tempat”, kata Yuri terburu-buru. “Aku pergi dulu ya! Sampai ketemu di ulang tahun adikmu”. Yuri pergi meninggalkan Kyoko.
Kyoko melihat Daiki, sepertinya dia belum selesa bicara dengan Takaki. Sebentar, tadi yuri bilang ‘Hah, sedang apa dia sendirian di sana?’, bukankah Daiki sedang bersama takaki. Pikir Kyoko dalah hati. Tapi Kyoko tidak ambil pusing dengan kalimat itu, mungkin saat itu Yuri tidak melihat takaki. Itulah perkiraan Kyoko.
Tak lama kemudian Takaki terlihat pergi, dan Daiki menghampirinya. “Maaf, lama menunggu”, kata Daiki.
“Tak apa”, mereka melanjutkan perjalanannya. “Oh iya, apakah Takaki juga sepertimu? Maksudku…”, belum sempat melanjutkan kalimatnya, Daiki langsung menjawab. “Bukan. Dia itu Dewa kematian”.
Kyoko nampak heran. “Dewa kematian. Tugasnya mengambil nyawa manusia karena dianggap sudah memenuhi semua tujuannya. Mereka boleh mengambil nyawa sesuka hati walau belum waktunya bagi manusia itu untuk mati, tapi mereka tidak boleh memperpanjang umur seseorang yang sudah waktunya untuk mati”, jelas Daiki.
Kyoko terkagum-kagum akan penjelasan Daiki. “Satu lagi. Manusia yang belum mendekati ajal tidak dapat melihat wujudnya. Dan karena kau akan mati, jadi kau bisa melihatnya”, tambah Daiki.
“Wah kau tahu banyak ya!”, kini Kyoko tahu kenapa Yuri tidak dapat melihat Takaki. “Apa Takaki yang memberi tahu semua tugasnya padamu?”
“Uhm… tidak juga. Itu… karena dulu aku adalah dewa kematian”, Daiki menghembuskan napasnya pendek. “tapi karena aku melakukan kesalahan, ya beginilah aku sekarang. Hhaha…”, ujar daiki dilanjutkan dengan tawanya yang garing.
Kyoko memandang Daiki, “Kesalahan? Kau memperpanjang umur seseorang?”, Tanya kyoko heran.
“Ya”, jawab Daiki singkat.
“Tapi kenapa?”, Kyoko kelihatannya masih penasaran,
“Karena menurutku dia tidak pantas mati waktu itu”, Daiki bercerita banyak. Baru kali ini ia bercerita banyak tentang kehidupannya pada manusia.
“Wah, baik sekali. Pasti orang yang diperpanjang umurnya akan sangat berterima kasih padamu”, kata Kyoko diiringi tawanya yang ceria. “Ya, itu juga kalau orang itu tahu ada makhluk sepertimu”, ia hanya tersenyum. Dan mereka mengobrol sepanjang perjalanan.
õõõ
Suara pintu utama terbuka, seseorang memasuki rumah megah itu. Semua penghuni di dalamnya kelihatan sibuk, sehingga tidak menggubris kedatangan pria itu. Ia pun juga mengabaikan yang lainnya, dan segera menuju lantai atas rumah itu.
“Daiki”, panggil seseorang. Tapi Daiki tidak menggubris panggilan itu, ia melanjutkan langkahnya.
Seseorang yang memanggilnya itu, menarik tangannya. Daiki menoleh, “Hikaru? Ada apa, aku sangat lelah sekarang. Sedang tidak ingin bicara”, kata Daiki yang langsung melanjtkan kembali langkahnya.
“Aku hanya ingin bertanya. Surat itu, apa kau sudah memberikan padanya? Pada adiknya Aiko?”, Hikaru terlihat sangat mengharapkan jawaban dari Daiki.
“Sudah”, jawabnya singkat.
“Lalu?”, kelihatannya Hikaru menginginkan jawaban lebih. Daiki menyadari yang hal itu langsung menjelaskan, “Aku datang kerumahnya, saat itu banyak orang karena mereka sedang berduka atas kematian Aiko. Aku hanya menitipkan suratnya pada seorang Ibu yang kelihatannya bisa dipercaya”,
Daiki yang melihat ekspresi Hikaru yang terkejut langsung melanjutkan ceritanya. “Tapi tenang saja, aku melihatnya dia memberikan surat itu pada adiknya”
“Kelihatannya kau sangat…”, kalimat Daiki terpotong. “Aku hanya menjalankan pesan terakhirnya”, kata Hikaru cepat.
Daiki sedang bersantai dikamarnya, membiarkan badannya terbaring di kasur. Matanya menatap langit-langit kamar, memikirkan apa yang terjadi besok, saat perjanjian itu terpeuhi maka ia harus mengambil nyawa gadis itu dengan tangannya sendiri. Padahal dulu ia tidak bisa melakukan itu padanya.
Saat itu pintu kamarnya terbuka. Seseorang memasuki kamar itu.
“Licik sekali kau. Memberi tugas ini padaku”, kata Daiki yang langsung bangkit dari kasurnya. Menatap orang itu dengan kebencian.
“Oh, maaf. Aku tidak sengaja menempatkanmu dalam tugas ini”, kata laki-laki itu santai. “Sebagai ketua di tempat ini aku berusaha mengatur semua tugas dengan baik, dan aku pikir ini ini baik untukmu”, katanya seraya tersenyum sinis.
“Apa maksudmu Yabu?”, Tanya Daiki.
Kota Yabu, adalah pengawas dari langit yang dikirim untuk mengatur semua tugas Messenger God. Ia bukan dewa buangan seperti yang lainnya yang ada di rumah itu. Dia bebas mengatur siapa yang akan melaksanakan tugas-tugas itu.
“Kau dibuang karena suatu kesalahan, sebagai dewa kematian. Aku ingin kau memperbaiki kesalahanmu dengan tugas kali ini. Dan orang yang sama, yang kau panjangkan umurnya itu”, ujar yabu tenang. “Anggap saja, uhm… karena waktu itu kau tidak bisa mengambil nyawanya sebagai dewa kematian, sekarang perbaiki kesalahanmu dengan mengambil nyawanya sebagai Messenger God”, tambahnya
“Aku tidak akan gagal, kali ini!”, kata Daiki serius.
“Baiklah, aku pegang kata-katamu”, Yabu melangkah keluar kamar itu. Meninggalkan Daiki yang sedang kacau balau.
õõõ
Yabu kembali keruangannya. Ia menduduki sofa di ruangan itu. Seketika ia tersenyum entah karena apa.
Seseorang masuk ke ruangannya, tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Yamada Ryosuke.
“Yabu-san kejam sekali pada Daiki”, katanya yang langsung menghampiri Yabu. “Apa Yabu-san memiliki maksud tertentu?”.
Yabu terlihat berpikir, taka lama ia tersenyum. “Tidak, tidak ada maksud apa-apa. Aku hanya ingin melihat pertunjukan yang menarik”, jawabnya.
To be continue…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar