About Us

Foto saya
Hello, we are daichan fans. And my name is Da-chan :)This Is About Daiki Arioka : * Name: 有岡大貴, Arioka Daiki * Nicknames: Arii, Dai-chan * Profession: Singer, actor * Birthdate: April 15, 1991 * Birthplace: Chiba Prefecture * Blood Type: A * Height: 163.5 cm * Weight: 48 kg * Agency: Johnny's Jimusho * Admired senpai: Katori Shingo * Former groups: J.J. Express, Hey! Say! 7, Hey! Say! JUMP * Fav. Food: Omelette * Disliked Food: Tomato, Mayonnaise * Fav. Sport: Soccer * Fav. Subject: English * Disliked Subject: Mathematics * First Love: Primary School Year 1 Belonged to JUNES Project before he entered Johnny's Entertainment.

:):):)

:):):)
If You Lucky, You Will See Some Word From Us :)

What Do You Think About DAICHAN?

Jumat, 15 April 2011

OTANJOUBI OMEDETTO

sry im late minna.. im forget to says : HAPPY BDAY DAIKI CHAN >> OTANJOUBI OMEDETTO DAIKICHAN :D

im so happy... but sry im late :D..

btw, here in INDONESIA that i lived, it says on 14-15 april its FULL MOON :D right on daiki bday!! awesome!!.. DAISUKI DESU DAICHAAAAN... SUKI SUKIII

<3 da-chan note : "If Been So Long Im Not Posted, So Now I've Been CRAZY *笑* :D its LOL >> 笑 "
Umm.. our site had new WEB :D its on TWIPPLE.JP or TWITTER.COM >> daichanfans / ariokadaiki@ymail.com :D thx.. please follow, we follback :D and remember!! i always OL every time *twipple* but, in TWIPPLE.JP I use japanesse XD sry.. so u all have to learn japannese first!! btw.. bye

<3dachan

3 admin

great news minna!! this is DACHAN :D and i have great happy news!! its about our admins!! theres 1 new admin here... name MINE YOSUKE :D call it ARIOMINE :) but she just was an admin in FB, she doesnt work on BLOG or TWITTER, so i have to find a new admin again XD ok just that,, thx minna. btw, sry it was too long im not posted, :D thx

<3dachan

Sabtu, 02 April 2011

Polling :)

theres 100Q for hsj, and theres 100Q for you in here :)

http://www.hsjfanclub.com/100-Q#ARIOKA-DAIKI?webID=7491753950122
its kinda error..

Minggu, 27 Maret 2011

Daichan Fanfic - The Wasted Messenger God - Part 5 (Indonesia sub) (ENDING)

its the same pic. on the part 2

“Wah, ternyata kau kasar sekali ya!”, Cinnen pergi meninggalkan hikaru. “Hn… padahal kata kakakku, kau adalah orang yang baik”, kata Cinnen sebelum meninggalkan hikaru.
Hikaru tersentak kaget mendengar kata-kata terakhir Cinnen. Ia, menengok kearah Cinnen berada tadi, tapi ia tidak bisa melihat sosoknya lagi. Ia pun segera mencari sosok Chinnen, dan dengan cepat ia menemukan Chinnen di ruang tengah.
“Hei, tadi kau berkata apa?”, Hikaru mendekati Chinnen.
“Kau ingat seorang gadis bernama Aiko yang mencari Ibunya demi adiknya?”, Tanya Chinnen.
Hikaru terlihat menerawang, mengingat-ingat sesuatu. Tak lama kemudian Hikaru mengangguk. “Dia kakakmu?”
Kali ini Chinnen yang mengangguk, beberapa detik kemudian ia tertawa renyah. “Ya ampun, kenapa tampangmu jadi serius begitu?”, ejek Chinnen. “Ya sudahlah, lagipula sebentar lagi aku bisa bertemu dengan kakakku”, ia berhenti sejenak, “Setelah kalian mengambil nyawaku”, tambahnya dengan senyum lebar.
“Kau benar. Kau akan segera bertemu kakakmu”, canda Hikaru.
“Aish… pada kemana sih orang-orang?!!”, ujar Daiki kesal.
Saat itu Daiki melihat kedatangan Hikaru dengan Chinnen. “Wah, wah, kau sudah mulai akrab dengan manusia itu rupanya”, kata daiki pada hikaru.
Hikaru dan Chinnen tidak memperdulikan Daiki yang dari tadi terus mengoceh tentang mereka. Hikaru membuka bungkusan yang dibelinya bersama Chinnen tadi, di meja.
“Hm… kelihatannya kue ini enak. Bukan begitu Chinnen?”, kata Hikaru sembari melihat kue yang dibelinya itu. Daiki melirik, bungkusan kue itu.
“Yup. Benar-benar menggiurkan”, tambah Chinnen yang bermaksud menggoda Daiki.
“Aish… kalian ini benar-benar menyebalkan”, Daiki makin kesal.
“Ya ampun, kami kan hanya bercanda”, kata Hikaru. “Ayo kita makan sama-sama”, tambah Chinnen.
Dari hari ke hari hubungan mereka pun semakin baik. Kelihatannya mereka semua makin akrab satu sama lain, hingga mereka seakan lupa akan tujuan awal mereka. Tetapi mereka tak peduli, walaupun sebenarnya mereka ingat akan tujuan mereka untuk kembali ke ‘langit’ membutuhkan nyawa manusia yang sedang berbincang-bincang dengan mereka saat ini.
Mereka mulai bisa menikmati kehidupan mereka sebagai ‘yang terbuang’.
õõõ
Di dalam ruang tengah itu, terlihat kegembiraan akan penguhuninya yang telah lama tak terlihat di rumah itu. ‘Mereka’ yang biasanya tidak begitu akrab dengan manusia, kali ini bisa tertawa bersama.
Semuanya terlihat bersenang-senang dengan manusia itu. “Yuto, aku ingin bicara padamu”, sapa yamada yang baru datang.
Yuto yang mendengarnya langsung menghampiri yamada, menuju ke ruang lain.
“Hari ini manusia itu akan mati kan?”, tanyanya
Yuto hanya mendecak kesal, mendengar pertanyaan itu. Sepertinya ia tidak berminat sama sekali.
“Bukankah kau terlalu akrab dengan manusia itu”, ia berhenti bicara, “aku hanya mengingatkan, jangan lupa kau akan mengambil nyawanya hari ini”
Kali ini yuto menaggapi dengan candaan, “Wah, kau terlalu serius dalam pekerjaan. Santai sajalah”, katanya sembari menepuk-nepuk pundak yamada.
“Lebih baik serius, dari pada terus hidup santai sepertimu”, balas yamada.
“Hn… anak kecil”, kata yuto sembari pergi meninggalkan yamada.
Yamada hanya dapat mendengus kesal mendengar perkataan Yuto.
õõõ
Yuto menemani Chinnen membeli es krim, “Hei, bukankah seharusnya kau mengambil nyawaku hari ini?”, Tanya Chinnen. “Aku sudah puas, karena kalian semua sudah mau menjadi temanku”, tambahnya.
“Hn… aku malas ah!”, kata Yuto santai. “Sepertinya berteman denganmu itu menyenangkan”, ia berjalan mendahului Chinnen.
“Apa itu tidak apa-apa? Apa tidak apa-apa kau membatalkan janjimu?”, Tanya Chinnen lagi.
Yuto tidak menjawab pertanyaan Chinnen, “Tentu saja itu apa-apa”, kata seseorang yang tepat berdiri di belakang Chinnen. Yuto mengenal suara itu, dan langsung membalikkan badannya melihat ke sumber suara itu.
Orang itu dengan cepat langsung mengambil nyawa Chinnen, dan dalam sekejap Chinnen terjatuh tak bernyawa.
“Yamada!”, kata Yuto kaget. Tetapi selang beberapa detik raut wajah Yuto kembali santai.
“Wah, kau mengambil nyawa anak itu, padahal baru saja aku menyukai anak itu”, ujar Yuto malas.
“Bodoh! Kalau kau tidak mengambil nyawanya,kau harus mengumpulkan nyawa manusia dari awal lagi!!!”, balas yamada keras.
“Hn… tapi sayangnya aku tidak peduli dengan itu”, ia melengos pergi.
“Bagaimana bisa? Dulu dirimu mendapar kedudukan yang baik di langit. Apakah kau tidak mau untuk kembali ke kedudukanmu yang semula?”, Yamada meneriaki Yuto.
Yuto menengok ke arahnya, “Kau yang bodoh!”. Ia kembali melanjutkan jalannya seraya berbicara, “Sejak aku melakukan kesalahan dan di usir dari langit, aku sudah tahu bahwa aku tidak akan bisa menempati posisiku seperti dulu”.
Yuto merentangkan kedua tangannya dan melipatnya di belakang kepala, “Kau tahu?”, ia berhenti berjalan dan kembali menengok pada Yamada. “Karena aku dan kau telah dibuang dari langit. DIBUANG”, tambahnya dengan penekanan pada kata terakhirnya.
õõõ
Yamada dan Yuto kembali ke rumah mereka tanpa berbicara sepatah kata pun. Sesampainya di sana mereka sudah disambut oleh Yabu.
“Yabu-san ajari Yamada sesuatu! Kurasa dia belum mengerti tentang kita, ‘the wasted Messenger God’ ”, katanya seraya pergi meninggalkan Yamada dan Yabu.
Yabu tersenyum datar, “Yamada ke ruanganku, sekarang!”, pintanya
_______________________________________________________________________
“Kau terlalu terobsesi untuk kembali ke langit!”, Yabu memulai pembicaraan
“Aku hanya ingin mengembalikan posisiku seperti semula”, balas Yamada.
“Yamada, ternyata kau belum mengerti juga ya”, Yabu memandang lekat wajah yamada. Ia kemudian duduk di meja kerjanya.
Yabu mengambil selembar kertas kosong yang ada di mejanya. Ia menggambar sesuatu di atas kertas itu. “lihat ini!”, pintanya pada yamada.
Ia menunjukkan gambar bunga mawar yang sangat cantik, namun terdapat sebuah coretan kecil diatasnya.
“Yabu-san, ada coretan di gambarmu itu”, komentar yamada saat melihat gambar itu.
Yabu mengambil sebuah penghapus karet, “kalau begitu, bisakah kau menolongku untuk menghapus noda itu?”, ujar yabu.
Dengan perasaan yang aneh, Yamada mengambil penghapus karet itu, dan menghapus coretan kecil yang terdapat di dalam gambar itu. Karena letak coretan yang berada di atas gambar, saat menghapus coretan tersebut, gambar bunga mawar itu menjadi terhapus sebagian.
“Wah, yamada! Lihat nodanya, belum benar-benar bersih, dan coba kau lihat”, yabu menunjuk pada gambar yang telah terhapus sebagian itu. “Bunga mawar yang aku gambar jadi ikut terhapus”.
Yamada meletakkan penghapus yang dipegangnya, kelihatannya ia menyadari sesuatu. Raut wajahnya berubah seketika. Ia menggigit bibir bagian bawahnya dan mengepalkan tangannya erat-erat.
“Sekarang mengerti kan?”, kata Yabu dengan ekspresi yang serius.
“Gambar sebagus apapun, jika kau melakukan kesalahan sedikit saja pada gambar tersebut seperti tidak sengaja mencoretnya, maka tidak akan menjadi bagus lagi”, jelas Yabu. “Jika kau mau berusaha mengembalikan kondisi gambar itu seperti semula-saat sebelum tercoret- pasti kau akan menghapus noda itu kan?”.
Yamada tidak berkutik sama sekali, ia terpaku, menyadari kebodohannya selama ini.
“Saat kau menghapus noda itu… tentunya sangat sulit untuk benar-benar menghapus noda itu, pasti kertas yang tadinya putih bersih itu akan meninggalkan noda bekas hapusan itu walau hanya sedikit, dan pasti kau akan merusak sebagian gambar yang telah kau buat itu”, tambah Yabu.
Yamada tertunduk. “Ya aku mengerti! Sejauh apapun aku mencoba untuk mengembalikan derajatku untuk kembali ke langit, aku yang sudah ternoda, yang telah melakukan satu kesalahan kecil ini tidak akan bisa menjadi sama seperti dulu”, Yamada keluar ruangan itu.
“Yamada… nikmatilah hidupmu sebagai ‘yang terbuang’ ”, ujar yabu sebelum yamada keluar ruangan itu, dibarengi dengan senyum.
Yabu terduduk di kursinya, “Itulah sebabnya aku memilih pekerjaan ini, setelah aku berhasil mengumpulkan 1000 nyawa”, ia bersuara lemah. “Karena aku tahu, aku tidak akan mendapat perlakuan yang sama lagi, di langit”, tambahnya.
Di balik pintu ruang itu, yamada belum beranjak pergi, ia mendengar kalimat yang dilontarkan yabu tadi. “Yang terbuang, selamanya akan dianggap terbuang”.
Tiba-tiba yuto muncul mendekatinya, ia tersenyum bersahabat, “bungkus coklat yang sudah dibuang tidak akan pernah dipakai untuk membungkus coklat lagi, tapi…” yuto terlihat berpikir. “Ehm… mungkin bisa digunakan untuk hal lain”
Yamada tersenyum mendengar kalimat itu.
THE END
____________________________________________________


Its a sad end, wish you like it :) 

<3 Da-chan

Daichan Fanfic - The Wasted Messenger God - Part 4 (Indonesia sub) (Before Ending)


Daiki memandang tubuh yang tak bernyawa itu. “Tidak, kau tidak perlu minta maaf”, desisnya. Air matanya jatuh, “kau hidup karena takdirmu, sekarang aku begini karena takdirku ”
õõõ
Yuto mendatangi sebuah rumah kecil yang indah. Ia mengetuk pintu rumah tersebut. Suara langkah kaki yang terburu-buru terdengar dari dalam rumah itu dan tak lama pintu rumah terbuka. Seorang anak laki-laki nampak di depan pintu itu.
“Kau Cinnen?”, Tanya yuto sambil mengerutkan dahinya.
“Ya. Dan kau?”, balas Cinnen.
“Oh, aku. Yuto Nakajima Messenger God”, kata Yuto santai.
“Kau! Ya ampun, ternyata benar-benar ada. Tapi kamu terlihat seperti manusia biasa ya? Apa benar kau adalah utusan Dewa?”, tanyanya bertubi-tubi. “Oh iya, silahkan masuk!”, tambahnya.
Yuto menempati tempat duduk yang telah disediakan. Matanya melihat sekeliling, ketika Cinnen langsung berdiri dihadapannya.
“Jadi, kau bisa mengabulkan setiap permintaan manusia?”, kata Cinnen terlihat antusias.
“Hn”, Yuto menimpalinya dengan anggukan kepala. “Jadi apa permintaamu?”, Tanya yuto, langsung.
Cinnen terlihat sedang berpikir. Ia menggaruk-garuk kepalanya. Yuto yang melihat tingkah laku itu, menjadi heran. “Kau? Apa kau tidak punya permintaan?”, ujar yuto yang suda tidak sabar menunggu.
Sedangkan Cinnen masih terlihat berpikir keras. Yuto berdiri dari tempat duduknya, menunjukkan ancang-ancang bahwa ia akan segera pergi. “Eh, tunggu, tunggu! Aku punya permintaan, tapi sedang aku pertimbangkan, karena keinginanku itu banyak sekali”, ujar Cinnen yang melihat tundakan yuto.
“Hah?”, yuto terlihat keheranan dengan tingkah laku anak di hadapannnya itu. “Hei, apa kau sadar makhluk apa yang berada dihadapanmu ini!”, yuto memandang Cinnen tajam.
“Ya, makluk yang bisa mengabulkan permintaan manusia!”, jawab Cinnen diiringi dengan tawa cerianya. “Seperti film yang aku lihat. Seseorang yang menemukan lampu ajaib, saat orang itu menggosoknya tiba-tiba keluar makhluk yang bisa mengabulkan permintaan orang itu”, lanjutnya masih dengan diiringi tawanya.
Yuto menundukkan kepalanya, ia menghembuskan napasnya. Lalu mengangkat kepalanya kembali dengan perlahan. “HEH! LU PIKIR GUA INI JIN!!!!”, teriak yuto. Dan Cinnen terlihat kaget sesaat, tetapi dilanjutkan oleh senyum, dengan tawa kecil.
“Apa kau sadar. Hal ini berbeda dengan Jin atau film-film yang pernah kau lihat, permintaanmu ini melibatkan nyawamu! Kau akan mati setelah keinginanmu terkabul. Apa kau tahu itu?”, jelas yuto dengan nada tegas.
“Tentu aku tahu”, senyum di wajah Cinnen hilang seketika.
“Sekarang, aku tahu apa yang kuinginkan! Kau akan mengabulkannya bukan?”, lanjut Cinnen, yang ekspresi wajahnya terlihat tersenyum kembali.
Yuto lagi-lagi heran dengan tingkah laku anak itu. “Apa?”
õõõ
“Wah, ada kue coklat”, gumam hikaru yang melihat sekotak kue coklat di ruang tengah. Saat ia akan memotong kue itu, seseorang menepuk punggungnya dari belakang.
“itu kue ku”, ujar Daiki.
“Uhm… kalau begitu, boleh aku memintanya? Sepotong saja”, pinta Hikaru. Daiki terlihat sedang menimbang-nimbang jawaban yang akan dilontarkannya. Hikaru berharap banyak.
“Tidak”, jawabnya Daiki singkat. “Kue ini punyaku. Diberikan untukku”.
“Pelit”, sindir Hikaru. Saat itu dua orang pria menghampiri mereka. Seseorang dengan wajah baik dengan senyum yang dibuat-buat, sedangkan yang satunya lagi menampakkan wajah yang dingin.
“Hai, kalian berdua sedang apa?”, yabu menyapa dengan senyum.
Keduanya tidak menanggapi. “Wah, ada kue coklat. Oh, iya. Selamat ya Daiki, kau sudah melaksanakan tugas dengan baik”, kata yabu sambil mengulurkan tangannya pada Daiki.
Daiki menghiraukan ulurang tangan, tanda ucapan selamat dari yabu. Ia mendengus kesal.
“Hm… sombong sekali kau Daiki!”, Yabu menurunkan tangannya. “ Bagaimana menurutmu yamada? Daiki telah memberikan pertunjukan yang menarik bukan?”, tanyanya pada laki-laki disampingnya itu.
“sepertinya begitu, Yabu-san”, jawab yamada datar.
Sesaat kemudina ditengah suasana yang sedang memanas itu. Suara pintu utama rumah itu terdengar terbuka. Semua orang di ruang tengah itu menoleh ke arah pintu.
“yuto!”, kata Hikaru.
Saat yuto memasuki ruang itu, semua menoleh dan terkejut saat melihat seseorang dibelakang yuto.
“Hei, berani-beraninya kau membawa orang lain memasuki kediaman kita!”, kata yamada pada yuto, sedikit kesal melihat sesosok manusia dihadapannya itu.
“Siapa yang kau bawa itu?”, tanya Daiki
“Hai, aku Cinnen!”, jawab Cinnen memperkenalkan diri.
õõõ
Ruang kerja itu sunyi, padahal ada dua orang yang berada di ruang itu. Seseorang dari mereka, memukul meja dengan keras sehingga membuat suasana menjadi tegang.
“Yuto apa yang kau lakukan dengan manusia itu!!! Mengapa kau membawanya kemari!”, Yabu terlihat sangat marah.
Yuto yang kaget melihatnya, berusaha menjawab dengan tenang. “Itu, itu adalah permintaannya”
Yabu melirik Yuto, memandangnya dengan penuh pertanyaan.
õõõ
Di ruang tengah
Ketiga makhluk itu duduk santai tanpa menghiraukan keberadaan manusia di tengah-tengah mereka. Cinnen yang merasa bosan dengan keheningan itu, melihat sesuatu yang menarik. Ia mengambil benda itu, lalu…
“YA, AMPUN! Hei manusia, apa yang kau lakukan dengan kue coklatku?”, kata Daiki yang kaget melihat Cinnen mengambil potongan kue coklatnya dan langsung melahapnya.
“Makan”, kata Cinnen sambil mengunyah kue itu. “Habis kuenya tidak dimakan, kan sayang”, tambahnya lagi.
“Dasar, manusia tidak tahu sopan santun! Seharusnya kau tidak boleh mengambil sesuatu yang bukan milikmu…”, selagi Daiki mengomel tidak jelas, Cinnen menyela perkataannya.
“Tapi, Aku kan sahabat kalian”, katanya. Daiki berhenti mengoceh, dan dua orang lainnya memandang Cinnen heran.
“maaf, kau bilang apa?”, kata yamada meyakinkan apa yang didengarnya.
“Ya, aku ini adalah sahabat Yuto. Dan, bukankah kalian juga sahabat yuto. Berari sahabat dari sahabatku adalah sahabatku juga”, jelasnya polos.
“Hei, hei, manusia, kami memang tinggal serumah selama berpuluh-puluh tahun, tapi bukan berarti kami sahabat”, Hikaru menjelaskan dengan cepat.
“Masa sih? Wah, padahal kalian terlihat akrab sekali”, kata Cinnen.
Tak lama kemudian, Yuto dan Yabu kembali ke ruang tengah. Saat mereka datang, bertubi-tubi pertanyaan langsung menymbut mereka.
“Yabu-san, ada apa ini kenapa manusia ini berada di tempat tinggal kita?”, Tanya yamada.
“manusia ini sangat menyebalkan, kenapa kau membawanya kemari yuto?”, Tanya Daiki
“Ya, anak ini sok tau”, tambah Hikaru.
Yabu berusaha menenangkan dirinya sendiri, ia mencoba tersenyum seperti biasanya, senyum yang dibuat-buat. “Kalian semua, dengarkan! Mulai hari ini sampai dua minggu kedepan kalian harus menemaninya, ehm… bisa dikatakan juga menjadi sahabatnya”, Yabu menghembuskan napasnya. “Ya, itulah permintaanya”
Semuanya terdiam sejenak. Mereka masih mencerna kata-kata yang baru saja dilontarkan oleh Yabu. “Apa? Menemaninya? Permintaan macam apa itu?”, Tanya Daiki
“Sekarang aku tinggal sendirian, kakak dan kedua orang tuaku sudah meninggal, tidak punya teman, dan aku kesepian. Maka dari itu aku meminta kalian semua menjadi temanku”, Cinnen mengakhiri kalimatnya dengan senyum.
“Hah? Apa kau gila? Apa kau sadar akan bayaran atas permintaanmu itu?”, balas hikaru. “Kau hanya menginginkan teman? Dan, apa kau sadar apa yang akan terjadi setelah permintaanmu terpenuhi”, lanjutnya.
Cinnen diam sejenak, “ya, aku tahu. Mati”. Dia kembali tersenyum, “aku akan mati”
õõõ
Seperti biasanya, Hikaru menghabiskan waktu sorenya dengan menikmati coklat panas di balkon lantai dua, sendirian. Tapi, hari ini ia tidak mendapatkan ketenangan seperti biasanya.
“Hoi, Hikaru-san”, panggil seseorang dari belakang.
Hikaru memalingkan wajahnya. “Cih, ternyata kau manusia! Aku sedang tidak ingin diganggu, pergilah!!!”, usir hikaru.
“Wah, ternyata kau kasar sekali ya!”, Cinnen pergi meninggalkan hikaru. “Hn… padahal kata kakakku, kau adalah orang yang baik”, kata Cinnen sebelum meninggalkan hikaru.
Hikaru tersentak kaget mendengar kata-kata terakhir Cinnen. Ia, menengok kearah Cinnen berada tadi, tapi ia tidak bisa melihat sosoknya lagi.
To be continued..

Daichan Fanfic - The Wasted Messenger God - Part 3 (Indonesia sub)

i dont know why its hikaru o.o btw :

Yabu kembali keruangannya. Ia menduduki sofa di ruangan itu. Seketika ia tersenyum entah karena apa.
Seseorang masuk ke ruangannya, tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Yamada Ryosuke.
“Yabu-san kejam sekali pada Daiki”, katanya yang langsung menghampiri Yabu. “Apa Yabu-san memiliki maksud tertentu?”.
Yabu terlihat berpikir, taka lama ia tersenyum. “Tidak, tidak ada maksud apa-apa. Aku hanya ingin melihat pertunjukan yang menarik”, jawabnya. Ia membolak-balikkan kertas-kertas yang ada dimejanya. Ada yang menarik rupanya.
“Yamada, sepertinya ada tugas yang menarik”, yabu memberikan kertas itu pada yamada. Yamada membacanya, ia melirik pada yabu dengan tatapan heran. Kelihatannya yamada sudah selesai membacanya.
“Hei, hei, yabu-san jangan memberi tugas ini padaku”, yamada meletakkan kertas itu di atas meja yabu. “Hm… padahal aku pikir, ini sangat unik loh”, yabu menanggapinya ringan.
“Baiklah, panggil yuto nakajima ke tempatku. Sekarang!”, perintah yabu.
õõõ
Hikaru dan Yuto sedang bersantai di ruang tengah. “Hei, Yuto dengarkan ceritaku ya!”, pinta Hikaru.
“Hn”
Hikaru merubah posisi duduknya. Sekarang ia duduk tepat disamping yuto. “Menurutmu apakah aku ini kejam?”, Hikaru menghembuskan napasnya, kini ia tampak murung. “Kemarin aku menangani kasus yang sulit”.
“Klienku ingin mencari Ibunya, apapun konsekuensinya. Saat itu aku tahu ibunya sudah meninggal, tapi aku tidak memberi tahunya”, Hikaru terlihat sangat bingung. “Apakan aku ini egois? Apa karena tujuanku sendiri, aku harus mengorbankan nyawa manusia?”, lanjutnya.
Kelihatannya Hikaru menunggu jawaban Yuto, tapi ia tak kunjung mendapat komentar dari teman disampingnnya itu. Saat ia menengok ke samping, ia mendapati Yuto sedang memejamkan matanya.
“Ya ampun Yuto! Aku sedang bercerita padamu, kenapa malah tidur!!!”, Hikaru menggerutu sendiri.
Tak lama kemudian, yamada menghampiri mereka. Ia terlihat menghembuskan napasnya saat melihat Yuto yang sedang tertidur. “Yuto!”, panggilnya.
Ia tak mendapat respon dari panggilannya itu. “Yuto!!”, panggilnya lagi dengan suara yang lebih keras. Tetapi, tak ada hasil. Yuto masih belum bangun dari tidurnya.
Masih dengan tampangnya yang tenang, Yamada menghembuskan napasnya. Sebenarnya ia tidak suka harus berteriak-teriak untuk hal yang tidak penting. Yamada mulai jengkel.
Ia mengambil sebuah vas bunga terdekat dan mengangkatnya. Dengan tampang yang tidak berdosa ia melemparkannya di kepala yuto yang sedang tertidur. Seketika ia mendapati Yuto yang kesakitan memengang kepalanya itu.
“Bodoh! Apa yang kau lakukan?”, kata yuto yang kelihatannya kesal.
Dengan wajah tanpa ekspresi setelah melakukan hal itu, Yamada menjawab singkat, “membangunkanmu”.
“Bodoh! Kalau kau ingin membengunkanku kau cukup memanggilku saja. Kalau begini caranya aku bisa mati tauk!!”, protesnyabertubi-tubi.
Yamada yang malas menanggapi Yuro hanya menjawab seadanya, “Messenger God tidak akan mati hanya karena hal itu, BODOH”, yamada membalas perkataan Yuto. “Yuto, kau dipanggil oleh Yabu-san. Kau harus keruangannya sekarang!” perintahnya.
Yuto yang sebenarnya masih ingin membalas kalimat Yamada tadi, langsung pergi setelah mendengar nama yabu dalam kalimat yamada yang terakhir.
“Uhm… yamada-kun. Apa kau mau mendengarkan ceritaku?”, Tanya hikaru yang dari tadi ada di ruangan itu.
“Makhluk seperti kita ini memang harus egois. Kau tahu, semua makhluk itu mempunyai tujuannya masing-masing, dan tujuan kita adalah mengumpulkan nyawa manusia”, kata yamada sembari meninggalkan Hikaru yang masih berada diruangan itu.
õõõ
Daiki menjeput Kyoko dan Ririn adiknya, dirumahnya. Mereka berjalan bersama menuju rumah sakit tempat ibunya kyoko dirawat. Kali ini Kyoko merasa ada yang aneh dengan Daiki. Kali ini Daiki jadi lebih pendiam dari yang biasanya. Jika Kyoko menanyakan sesuatu ia hanya menjawabnya dengan sangat singkat.
Saat diperjalanan, Ririn melihat toko Ice crem dan merengek-rengek pada kakakknya untuk dibelikan. Kyoko bersikeras tidak membelikan ice cream itu pada adiknya.
“Tidak. Pokoknya kakak tidak akan membelikanmu ice cream”, tegas Kyoko.
“Baiklah. Kalau begitu aku saja yang mengantarmu ke toko ice cream itu. Kau mau Ririn?”, ajak Daiki. Ririn pun mengangguk dan menggandeng Daiki ke toko itu.
Kyoko tersenyum,’ dia tidak berubah’ ungkapnya dalam hati. Kyoko menunggu mereka berdua di luar toko itu. Ia melihat Daiki sibuk mengantri, dan Ririn bermain main disekitar tempat itu. Tiba-tiba ia mendapati Ririn sedang berbicara dengan seseorang, orang itu sepertinya seumuran dengan Daiki. Setelah ia perhatikan baik-baik, sepertinya ia mengenal orang itu. Yuya Takaki.
Lalu ia memutuskan untuk menyapa Takaki, karena ia juga teman Daiki. Tapi, tiba-tiba pandangannya terhalang oleh seseorang yang melintas didepannya. Saat orang itu sudah melewatinya, ia mendapati takaki sudah tidak berada disana lagi.
Tak lama kemudian, Daiki dan Ririn keluar dari toko ice cream itu. “Hei, melihat kalian berdua makan ice cream aku jadi ingin membelinya”, ujar kyoko yang melihat Daiki dan Ririn yang sedang memakan ice cream mereka.
“Aku tidak mau mengantarmu”, kata Daiki. “Huh, lagian siapa juga yang meminta kau mengantarku. Aku bisa membelinya sendiri kok”, balas Kyoko.
Tak lama kemudian Kyoko keluar dari toko ice cream itu dengan genggaman ice cream strawberry di tangannya. Dengan cepat ia menghampiri Ririn dan Daiki.
“Ayo, kita segera menuju ke rumah sakit”, katanya dengan semangat.
Ririn dan Daiki tersenyum aneh menatap Kyoko. “Ada apa?”, respon Kyoko. “Kakak lucu”, kata Ririn sambil menunjuk dagu kakaknya. Kyoko mengerti bahwa ada noda ice cream di dagunya dan ia pun hanya tersipu malu dan mengelap noda itu.
Baru beberapa langkah dari tempat mereka tadi, Kyoko menghentikan langkahnya secara mendadak. “Ya ampun. Aku lupa kembaliannya”, ucapan Kyoko itu membuat Ririn dan Daiki kaget. “Tunggu sebentar ya, aku mau mengambil kembalian itu.”, Kyoko segera berlari menuju toko ice cream itu.
Saat ia selesai dengan urusannya, ia segera keluar. Tapi belum sempat ia keluar, Kyoko melihat suatu pemandangan yang membuatnya sangat terkejut. Ia melihat semuanya dengan jelas dari pintu kaca toko itu.
õõõ
Yuto duduk dihadapan Yabu yang sedang memeriksa kertas-kertas dihadapannya. Tak lama suara pintu ruang itu terbuka, Yamada memasuki ruangan itu.
“Baiklah, ada tugas untukmu pemalas!”, seru Yabu pada Yuto. Yabu memberikan secarik kertas pada Yuto, dengan isyarat tangannya ia menyuruh Yuto untuk membacanya.
Yuto terlihat serius membacanya, ia menaikkan sebelah alisnya. “apa-apaan ini?”, tanya Yuto sembari meletakkan kertas itu.
“menarik bukan?”, pancing yabu. Yuto terlihat tidak mengerti dengan kata-kata orang dihadapannya itu, “Orang ini, kenapa aku tidak bisa membaca keinginannya? Lagi pula orang ini juga tidak menulis keinginannya pada surat ini”, kata yuto yang menunjuk selembar kertas yang baru saja diletakkannya.
“Karena itu, menarik kan?”, kata yabu sekali lagi. “Justru itu, untuk apa melayani seseorang yang permintaannya saja tidak jelas”, balas yuto.
Biasanya hanya dengan membaca isi surat dari ‘kliennya’, Messenger God dapat langsung mengetahui keinginan ‘kliennya’ itu. Walaupun surat yang ditulis hanya tercantumkan nama, dan kata-kata yang tidak jelas (biasanya curahan hari orang itu).
Yabu merubah ekspresinya yang santai menjadi serius, “Tapi ini perintah! Kau harus melaksanakannya”, titah yabu.
Yuto sama sekali tidak berkutik melihat wajah seseorang yang ada dihadapannya itu. Dia berpikir mau tidak mau dirinya harus menjalankan tugas yang tidak jelas ini. Setelah itu, Yabu beranjak pergi dari tempat duduknya. Memberikan surat tugas itu pada Yamada yang dari tadi berdiri disamping pintu.
“Oh iya. Yuto, kalau butuh bantuan Yamada akan membantumu”, kali ini ekspresinya kembali santai seperti biasanya. “Loh, ta… tapi… Yabu-san…”, Yamada yang nampak kaget dengan keputusan yang tiba-tiba itu, tidak sempat memprotes karena Yabu segera pergi dari ruangan itu.
___________________________________________________
To           : Messenger God
From     : Cinnen
Tolong penuhi keinginanku
_____________________________________________
Yamada kembali membaca surat itu, dan ia sama sekali tidak bisa membaca keinginan orang yang menulisnya.
Yuto memandang yamada. “Apa kau, liat-liat?!!”, kata yamada yang menyadari sedang diperhatikan. “Aku tidak butuh bantuanmu”, Yuto terdengar ketus saat mengatakannya. “Siapa juga yang akan membantumu”, balasnya seraya pergi dari ruangan itu.
õõõ
Seorang pria berlutut menghadap seorang anak kecil dihadapannya. Ia berlutu agar dirinya setara dengan tinggi anak itu.
“Boleh aku bertanya padamu anak manis?”, Tanya pria itu ramah.
“Tentu saja”, jawab anak itu sambil memandang mata pria dihadapannya itu.
“Bagaimana perasaanmu sekarang?”
“Baik. Sangat Baik, karena hari ini ibuku akan keluar dari rumah sakit”, ujarnya dengan sangat manis.
Pria dihadapannya itu hanya tersenyum, “kau mau ikut denganku?” ajak pria itu.
___________________________________________________________
Kyoko melihatnya dari dalam toko itu. Ia segera berlari keluar, air matanya mengalir deras membasahi pipinya yang memerah saat itu. “Riiriin!!!!!”, teriaknya, ia menerobos kerumunan orang-orang yang mulai mengerumuni adiknya yang tergeletak di tengah jalan dengan bersimbah darah.
Ia mengingat jelas kejadian yang dilihatnya beberapa detik lalu. Kyoko melihat adiknya berlari ditengah jalan dengan wajah ceria miliknya. Seakan didepannya ada tempat yang sangat indah untuk dituju. Saat itu sebuah bus melaju dengan kecepatan tinggi. Dalam sekejap adiknya tertrabak bus itu, dan langsung tergeletak tak berdaya, dihiasi dengan darah yang keluar dari tubuhnya. Di sudut jalan, ia melihat seorang pria menatap semua adegan itu tanpa reaksi apa pun.
Kyoko memeluk erat tubuh mungil yang kini tak bergerak itu. Wajahnya yang beberapa menit lalu tersenyum padanya kini diam membisu. Beberapa orang terlihat ingin membantunya untuk membawa adiknya ke rumah sakit. Dan Kyoko pun menanggapi respon itu dengan cepat.
Dalam perjalanan ia hanya memandang adiknya, Kyoko tak berani menyentuhnya. Ia takut saat menyentuhnya, tidak ada lagi detakan jantung milik adiknya, ia takut mendapati adiknya jika sudah tak bernyawa lagi. “Cepat!! Bisakah lebih cepat lagi??”, Tanya kyoko dengan paniknya pada pengemudi yang mengantar mereka ke rumah sakit terdekat.
Sesampainya dirumah sakit, Ririn langsung dibawa ke UGD. Tak lama setelah masuknya Ririn keruangan itu, seorang dokter keluar. Dokter itu menatap Kyoko, “kau anggota keluarganya?”, Tanya dokter itu. Sebenarnya Kyoko tahu apa yang akan disampaikan dokter itu, dan Kyoko pun tak bisa mengeluarkan suaranya, ia hanya menganggukkan kepalanya.
Kyoko menggenggam erat dadanya. Tak ada luka dibagian itu, tapi Kyoko merasakan sakit yang amat sangat. Sang Dokter pun menggelengkan kepalanya, seraya berkata “maaf, kami sudah mencoba yang terbaik”. Dokter itu pun menepuk pundak Kyoko, yang mengisyaratkan ia harus tabah menerima semua ini.
Dokter itu meninggalkan Kyoko, diikuti dengan perawat-perawatnya. Beberapa detik setelah itu, tubuh Kyoko terasa lemas. Tubuhnya terduduk di lantai, ia tidak kuat untuk mengangkat tubuhnya sendiri. Tangisan tanpa suara menggambarkan wanita itu. Air matanya terus mengalir, tak ada habisnya.
Berbagai pikiran berkelebat dalam otaknya. Perjanjian itu, ibunya, Ririn, ulang tahun Ririn, dirinya yang akan mati, semuanya jadi terasa kosong. Tidak ada gunanya.
Saat itu sesosok pria mendatanginya, ia mengulurkan tangannya dan member sapu tangan pada gadis itu. Kyoko melihat sapu tangan itu, ia mendongakkan kepalanya untuk melihat wajah seseorang yang ada dihadapannya ini.
Daiki Arioka.
“Kau…”, Kyoko berusaha berdiri, entah dari mana tenaga yang ia dapat untuk bangkit. Kyoko mencengkram kerah baju milik Daiki. “Saat itu… aku melihatmu! Saat itu… kau ada. Kau ada saat adikku sedang berada di jalan raya. Tapi kenapa kau hanya diam saja melihat itu semua?”, cengkramannya makin kuat, Daiki tidak member respon apa-apa. “Kenapa kau tidak menolongnya?”, kini tangisan Kyoko pecah. Kini tangis yang tadinya tak bersuara itu pun mengeluarkan suaranya.
Daiki menatap Kyoko tanpa ekspresi, “itu takdir. Adikmu mati itu takdir”, katanya sambil melepas cengkraman Kyoko. “Takdir? Kalau kau menyelamatkan adikku takdirnya akan berbeda. Takdirnya, dia akan hidup!!!”, Kyoko melemparkan tatapan kebencian pada Daiki.
“Seseorang yang sudah bertemu dewa kematian akan diiringi oleh kematian”, ujar Daiki, masih dengan tatapan tanpa ekspresi. Kyoko tersentak, dia mengingat kejadian sebelumnya. Saat ia melihat Ririn sedang berbicara dengan Takaki.
“Satu lagi. Manusia yang belum mendekati ajal tidak dapat melihat wujudnya. Dan karena kau akan mati, jadi kau bisa melihatnya”, ia teringat kata-kata Daiki kemarin. Jadi saat itu, Ririn memang ditakdirkan untuk mati. Pikir Kyoko. Kyoko kini terdiam, kaku tak bergerak.
Daiki pergi meninggalkannya, ia membisikkan seduatu di telinga kyoko sebelum ia pergi. “Besok. Ingat Perjanjian yang kita buat”, bisiknya. Dan Daiki pun langsung pergi. Sesaat kemudian Kyoko ambruk kembali, kini ia kembali terduduk dilantai.
Kyoko ingat. Besok, hari pelaksanaaan perjanjian itu. Janji yang sudah tidak bisa dibatalkan. Hari kematiannya.
Kyoko menatap tubuh yang tak bergerak itu. Ia menyentuh wajahnya. Dingin, itu yang dirasakannya. Berbeda dengan rasa dingin ice cream yang dimakannya siang tadi, dingin lalu manis. Tapi saat ini, dingin dan sakit.
“Ririn. Kau tahu? Kakak mengorbankan nyawa kakak untuk memnuhi keinginanmu. Agar Ibu dapat sembuh”, tangisnya kembali meleleh.
“Sekarang kau sudah mati”, ia tak sanggup melanjutkan kalimatnya tapi ia berusaha, “sebentar lagi kakak juga mati. Lalu… dengan begini siapa yang bisa menghibur ibu?”, ia kembali mengelus wajah mungil dihadapannya itu.
“Kakak bodoh ya?”, Kyoko tertawa… tawa yang sama sekali tidak mencerminkan rasa bahagia. “Daiki. Aku pikir dia baik, bodohnya aku berpikir begitu pada makhluk-makhluk egois itu”
õõõ
Yamada berjalan di koridor kamar-kamar di lantai dua, di rumah itu. Ia melihat kamar Daiki yang terbuka. “Menangis lagi, huh?”, tanyanya sinis.
“Kau tidak akan pernah menangis dalam menjalankan tugasmu. Bukankah kau tidak pernah menangis?”, Daiki melirik Yamada. “Kau tidak akan mengerti”.
“Aku memang tidak mengerti, dan tidak mau mengerti”, yamada pergi meninggalkan Daiki.
Saat ia menuju kamarnya, seseorang telah berdiri di depan kamarnya. “Yabu-san”, Yamada terlihat kaget melihat orang itu di depan kamarnya.
“Yamada, terkadang menangis itu perlu loh!”, katanya. Dan ia langsung pergi.
õõõ
Sekarang Daiki berada di hadapan Kyoko. Di hari pelaksanaan perjanjian itu. “Sekarang aku tak peduli dengan nyawaku, dengan hidup ibuku nantinya. Walaupun aku sedih, aku tak akan bisa menangis lagi. Aku sudah cukup menangis seharian”, kata Kyoko pasrah.
“Kau marah padaku kan?”, Tanya Daiki. Tapi Kyoko tak menjawab. “Baiklah, Nishimura Kyoko, kami akan mengambil nyawamu sebagai bayaran atas permintaanmu untuk menyembuhkan ibumu”, Ujar Daiki untuk mengambil nyawa korbannya. Kyoko menatap Daiki, penuh kebencian.
“Dulu, seharusnya kau sudah mati! Sayangnya, entah kenapa aku tidak tega mengambil nyawamu. Kau tahu seseorang yang tidak kuambil nyawanya saat aku masih menjadi Dewa Kematian”, Daiki melirik Kyoko. “Ya. Itu kau. Seharusnya kau berterimakasih padaku, dan meminta maaf, karena kau aku jadi seperti ini”.
Saat itu, kyoko tersenyum di saat detik-detik terakhirnya. Tidak ada lagi perasaan kesal di hatinya pada laki-laki itu. “Ternyata kau memang baik”, Kyoko memandang Daiki, “kue coklat itu, untukmu saja”.
“Oh, iya… Maaf, dan terima kasih”, itulah kata-kata terakhir Kyoko sebelum tubuhnya jatuh. Tubuh kesekian yang jatuh tak bernyawa dihadapan Daiki, tapi tubuh pertama yang mengucapkan ‘maaf dan terima kasih’ di detik-detik kematiannya.
Sekarang ia tidak tahu bagaimana nasib ibunya kyoko setelah sembuh dari sakitnya, pasti ia akan memilih mati dari pada melihat kedua anaknya mati saat kembali ke rumah. Pikir Daiki. Saat itu tubuhnya ambruk melihat seseorang yang disayanginya telah mati karena dirinya.
To be continue…

Daichan Fanfic - The Wasted Messenger God - Part 2 (Indonesian Sub)


Daiki menopang dagunya dengan tangan kanannya, “setuju?”tanyanya. Kyoko meninmbang-nimbang kembali persyaratan yang telah disebutkan itu. Kyoko berpikir sesaat.
“Apa benar-benar harus dibayar dengan nyawaku?”, Kyoko agak ragu. “Tapi, baiklah. Aku setuju”, katanya dengan nada suara yang tampak meyakinkan.
Daiki menaikkan sebelas alis matanya, tersenyum tipis. “Hn… baru kali ini ada manusia yang sangat cepat mengambil keputusan. Biasanya aku harus meyakinkan mereka terlebih dahulu”, katanya sembari mengambil sesuatu dari sakunya.
“Apa yang membuatmu sangat yakin dengan perjanjian ini?”, Tanya Daiki.
Kyoko melipat kedua tangannya, memasukkan keduanya ke dalam jaket yang dipakainya. “Kami ini keluarga yang kurang berkecukupan. Aku saja harus berhenti sekolah dan bekerja keras untuk keluarga ini. Ditambah lagi, ibu yang tiba-tiba jatuh sakit”, kyoko menghembuskan napasnya. “Jujur, aku sudah tidak sanggup membiayai pengobatan ibu dan segala kebutuhan adikku”
“Kalau kau mati, bukankah itu akan mempersulit kehidupanmu?”, Daiki membalas dengan nada sinis. Kyoko tersenyum, seakan tidak ingin kalah dengan argumen seseorang dihadapannya. “Jika aku mati, mereka akan mendapat asuransi atas kematianku. Jadi, aku rasa mereka akan hidup berkecukupan”, kali ini Kyoko tersenyum penuh kemenangan.
“Semoga saja kau tidak menyesal”, Daiki memandang Kyoko, pandangan yang penuh arti. Sekarang Kyoko bisa tersenyum, seolah semua akan baik-baik saja. Dengan keegoisan yang dimiliki makhluk ini, ia tidak dapat memberitahu apa-apa. Menurut peraturan yang ada ‘ tidak memberikan informasi tentang apapun yang tidak diperlukan’, itu adalah kebaikian bagi kedua pihak.
“Baiklah untuk meyakinkan perjanjian ini sekali lagi. Apakah kau, Nishimura Kyoko menyetujui perjanjian ini dengan segala konsekueksinya?”
“Ya, aku setuju”
Daiki meraih tangan kanan kyoko, memberikan goresan kecil pada tangan kyoko dengan pisau kecil miliknya. Darah segar itu pun menetes di atas surat perjanjian. Darah yang melambangkan persetujuan antara mereka.
õõõ
Hari ini Kyoko memutuskan untuk membeli kue ulang tahun untuk adiknya. Ia mendapatkan cake coklat dengan tulisan Happy birthday diatasnya. Kyoko menggenggam kotak yang berisi kue itu dengan hati-hati.
Ia memutuskan untuk pulang. Pandangan Kyoko terus tertuju pada kotak kue yang dibawanya itu, ia tidak ingin kue itu hancur karena kecerobohannya. Karena terlalu fokus dengan kue yang dibawanya lantas kyoko tidak memperhatikan sekelilingnya. Saat berbelok pada pertigaan yang dilewatinya, motor yang berkecepatan tinggi tepat berada beberapa meter didepannya.
Saat itu Kyoko hanya dapat terkejut. Kakinya gemetar beberapa detik. Tiba-tiba seseorang menarik tangannya dan mendekapnya dalam pelukan.
Kyoko yang masih terkejut melihat seseorang yang menariknya itu. “Daiki?”, katanya heran. “Kenapa kau bisa berada disini?”
“Untuk memastikan klienku tidak mati sebelum perjanjian itu terpenuhi”, jawabnya santai. Daiki mengambil kotak kue yang tadi sempat terjatuh, dan memeberikannya pada Kyoko.
Kyoko yang terlihat panik karena kuenya terjatuh langsung mengecek kondisi kue itu. “Huft… masih bagus”, ujarnya merasa lega karena kuenya baik-baik saja.
“Baiklah, aku antar kau pulang. Untuk memastikan kau tidak mati sebelum waktunya”, Daiki menggenggam tangan Kyoko dan berjalan disampingnya.
Dalam perjalanan Kyoko terus mengajukan pertanyaan pada Daiki. Kyoko memang tipe orang yang tidak bisa berdiam diri dalam keheningan. “Jadi kau suka coklat?”, tanyanya yang melihat Daiki membuka bungkusan coklat yang dibawanya.
“Sebenarnya bukan hanya coklat. Tapi semua yang manis”, jawab Daiki.
“Apakah itu memang makanan bagi kalian? Makanan manis?”, Tanya kYoko yang masih penasaran.
“Tidak juga. Sebenarnya kami tidak butuh makan, jadi tidak makan juga tidak apa-apa. Hanya saja makanan manis itu seperti…”, Daiki terlihat berpikir untuk menemukan kata-kata yang tepat. “Seperti rokok bagi manusia, bisa membuat candu atau ketagihan. Uhm… ya semacam itulah”.
Kyoko tertawa kecil mendengar penjelasan itu, “Kalau begitu, nanti kau bisa memakan cake coklat ini di hari ulang tahun adikku. Yaa, walaupun pasti dihari itu aku sudah mati dan tidak bisa memakan kue ini bersama kalian nanti.”. Kyoko masih tersenyum, Daiki heran melihat tingkah gadis itu. Padahal ia akan mati, tapi kenapa bisa sesantai itu. Pikir Daiki.
“Nanti temani adikku memakan kue ini ya”, kini wajah kyoko terlihat sendu. Daiki tidak menanggapi permintaan Kyoko, karena ia tahu ia tidak bisa memenuhi permintaannya itu.
“Uhm… apa kau benar-benar utusan dewa? Mm… maksudku, kau Nampak seperti manusia biasa…”, Tanya kyoko yang merasa sudah mulai akrab dengan Daiki.
Daiki yang sedang asyik dengan coklat batangan yang dimakannya tidak menanggapi pertanyaan itu. Ia menghabiskan batangan coklatnya dan meremas bungkus coklat itu. Membuang bungkusnya ke tanah. “Kau tahu? Aku sendiri tertawa geli mendengar julukan itu! Hahahaha…”, Daiki tertawa lepas, tapi tawanya terdengar hambar. “Utusan dewa”, Daiki tersenyum tipis, “Utusan Dewa yang dibuang dari langit, itulah tepatnya”, kini senyum diwajahnya hilang.
Daiki menunjuk bungkusan coklat yang tadi dibunagnya, “dan kau tahu? Sesuatu yang dibuang itu, tidak lebih dari SAMPAH”,ia mengucapkan kalimat itu dengan penekanan di kata terakhirnya.
Terlihat rasa tidak enak pada raut wajah Kyoko, “Maaf… aku tidak bermaksud…”. Daiki menggenggam tangan kyoko, “tak apa”, katanya sambil melanjutkan langkah mereka.
Setelah itu tidak ada percakapan diantara mereka, Kyoko tidak tahu harus membicarakan apa lagi dengan Daiki. Tapi ia mencoba memulainya, lagipula kyoko sangat penasaran dengan makhluk yang ada disampingnya itu, “Daiki, mengapa manusia yang tidak membuat perjanjian denganmu bisa melihat wujudmu? Di beberapa film yang ku tonton mereka tidak dapat melihat dewa”, Tanya kyoko polos.
Daiki tertawa mendengarnya, “Kau suka menonton film yang seperti itu ya?”, daiki melanjutkan tawanya. Ia menutup mulutnya dengan tangan kanan untuk menahan tawanya. “Kan tadi sudah aku bilang, aku ini adalah ‘yang terbuang’, jadi bisa dibilang aku bukan dewa yang sempurna”.
Lagi-lagi Kyoko merasa tidak enak pada Daiki. Tapi ternyata, saat melihat Daiki ia mendapatinya sedang tersenyum. Senyum yang berbeda dengan yang tadi. Karena terus memandang Daiki, ia tidak menyadari ada seseorang yang menghampiri mereka. Langkah Daiki terhenti, kelihatannya ia menyadari keberadaan orang tersebut. Kyoko yang melihat Daiki berhenti juga ikut berhenti, saat ia mengarahkan pandangannya ke depan, ia mendapati seorang laki-laki dihadapannya.
“Hai, Daiki”, sapanya.
“Hn… Takaki. Ada apa kau kemari?”, Daiki menyesali pertanyaannya itu. Ia berharap Takaki tidak menjawab pertanyaannya itu. “Aku disini hanya mengerjakan tugas untuk….”, belum sempat takaki meneruskan kalimatnya, Daiki memotongnya.
“Kyoko, ini temanku Takaki”, Kata Daiki memperkenalkan orang dihadapannya itu. Takaki tersenyum, “Hai, aku Yuya Takaki. Salam kenal katanya”.
“Nishimura Kyoko”, Kyoko membungkukkan badannya. Disaat Kyoko membungkukkan badannya, Takaki melirik Daiki dan Tersenyum sinis. “Apa kau juga Dewa?”, Tanya kyoko. Saat Takaki ingin menjawab, Daiki langsung menyerobotnya. “Ya, dia juga Dewa. Tapi dia tidak sama sepertiku”. Daiki menarik tangan takaki, “Kyoko, aku ingin bicara dengan takaki sebentar”, kyoko hanya menganggukan kepalanya.
Daiki membawa Takaki beberapa meter dari tempat kyoko berada, kira-kira sampai kyoko tidak bisa mendengar pembicaraan mereka.
“Jangan mengacaukan tugasku!”, bentak Daiki. Takaki memandang mata Daiki, “aku hanya melakukan tugasku”, katanya ringan. “Yang kau ambil nyawanya adalah adiknya, mengapa kau mendatangi kyoko?”, balas Daiki.
“Aku tidak mendatanginya”, Takaki tersenyum simpul “Aku datang untuk menemuimu… kawan lama”. Daiki terlihat gusar dengan kata terakhir yang diucapkan Takaki.
“Kelihatannya kau sangat menikmati ‘pekerjaanmu’ ini”
õõõ
Kyoko bersandar di tembok, ia memandang dua laki-laki itu terlihat serius membicarakan sesuatu. Ia memalingkan pandangannya ke jalan raya.
“Ramai sekali hari ini”, bisiknya pada dirinya sendiri. Tiba-tiba seseorang menepuknya dari samping.
“Kyoko?… Wah benar ternyata kau Kyoko”, Ujar orang itu
“Yuri! Sudah lama sekali kita tidak bertemu”, Kyoko memeluk sahabat lamanya itu. Yuri adalah temannnya sewaktu ia masih bersekolah. Saat ia memutuskan untuk berhenti sekolah dan mulai bekerja, ia tidak pernah bertemu dengan Yuri lagi.
Kyoko menceritakan tentang ulang tahun adiknya, dan ia meminta Yuri untung datang.
“Oh, iya. Tadi aku melihatmu bersama seorang pria. Siapa dia? Pacarmu?”, kata yuri jahil.
“Oh, dia temanku”, jawab Kyoko. “Teman yang sangat baik”, lanjutnya.
“Sekarang dimana dia? Kenalkan padaku dong!”, pinta Yuri sambil tersenyum nakal. Kyoko langsung menunjuk tempat dimana Daiki berada. “Hah, sedang apa dia sendirian di sana?”, tanya Yuri heran.
“Eh, iya. Aku harus pergi ke suatu tempat”, kata Yuri terburu-buru. “Aku pergi dulu ya! Sampai ketemu di ulang tahun adikmu”. Yuri pergi meninggalkan Kyoko.
Kyoko melihat Daiki, sepertinya dia belum selesa bicara dengan Takaki. Sebentar, tadi yuri bilang ‘Hah, sedang apa dia sendirian di sana?’, bukankah Daiki sedang bersama takaki. Pikir Kyoko dalah hati. Tapi Kyoko tidak ambil pusing dengan kalimat itu, mungkin saat itu Yuri tidak melihat takaki. Itulah perkiraan Kyoko.
Tak lama kemudian Takaki terlihat pergi, dan Daiki menghampirinya. “Maaf, lama menunggu”, kata Daiki.
“Tak apa”, mereka melanjutkan perjalanannya. “Oh iya, apakah Takaki juga sepertimu? Maksudku…”, belum sempat melanjutkan kalimatnya, Daiki langsung menjawab. “Bukan. Dia itu Dewa kematian”.
Kyoko nampak heran. “Dewa kematian. Tugasnya mengambil nyawa manusia karena dianggap sudah memenuhi semua tujuannya. Mereka boleh mengambil nyawa sesuka hati walau belum waktunya bagi manusia itu untuk mati, tapi mereka tidak boleh memperpanjang umur seseorang yang sudah waktunya untuk mati”, jelas Daiki.
Kyoko terkagum-kagum akan penjelasan Daiki. “Satu lagi. Manusia yang belum mendekati ajal tidak dapat melihat wujudnya. Dan karena kau akan mati, jadi kau bisa melihatnya”, tambah Daiki.
“Wah kau tahu banyak ya!”, kini Kyoko tahu kenapa Yuri tidak dapat melihat Takaki. “Apa Takaki yang memberi tahu semua tugasnya padamu?”
“Uhm… tidak juga. Itu… karena dulu aku adalah dewa kematian”, Daiki menghembuskan napasnya pendek. “tapi karena aku melakukan kesalahan, ya beginilah aku sekarang. Hhaha…”, ujar daiki dilanjutkan dengan tawanya yang garing.
Kyoko memandang Daiki, “Kesalahan? Kau memperpanjang umur seseorang?”, Tanya kyoko heran.
“Ya”, jawab Daiki singkat.
“Tapi kenapa?”, Kyoko kelihatannya masih penasaran,
“Karena menurutku dia tidak pantas mati waktu itu”, Daiki bercerita banyak. Baru kali ini ia bercerita banyak tentang kehidupannya pada manusia.
“Wah, baik sekali. Pasti orang yang diperpanjang umurnya akan sangat berterima kasih padamu”, kata Kyoko diiringi tawanya yang ceria. “Ya, itu juga kalau orang itu tahu ada makhluk sepertimu”, ia hanya tersenyum. Dan mereka mengobrol sepanjang perjalanan.
õõõ
Suara pintu utama terbuka, seseorang memasuki rumah megah itu. Semua penghuni di dalamnya kelihatan sibuk, sehingga tidak menggubris kedatangan pria itu. Ia pun juga mengabaikan yang lainnya, dan segera menuju lantai atas rumah itu.
“Daiki”, panggil seseorang. Tapi Daiki tidak menggubris panggilan itu, ia melanjutkan langkahnya.
Seseorang yang memanggilnya itu, menarik tangannya. Daiki menoleh, “Hikaru? Ada apa, aku sangat lelah sekarang. Sedang tidak ingin bicara”, kata Daiki yang langsung melanjtkan kembali langkahnya.
“Aku hanya ingin bertanya. Surat itu, apa kau sudah memberikan padanya? Pada adiknya Aiko?”, Hikaru terlihat sangat mengharapkan jawaban dari Daiki.
“Sudah”, jawabnya singkat.
“Lalu?”, kelihatannya Hikaru menginginkan jawaban lebih. Daiki menyadari yang hal itu langsung menjelaskan, “Aku datang kerumahnya, saat itu banyak orang karena mereka sedang berduka atas kematian Aiko. Aku hanya menitipkan suratnya pada seorang Ibu yang kelihatannya bisa dipercaya”,
Daiki yang melihat ekspresi Hikaru yang terkejut langsung melanjutkan ceritanya. “Tapi tenang saja, aku melihatnya dia memberikan surat itu pada adiknya”
“Kelihatannya kau sangat…”, kalimat Daiki terpotong. “Aku hanya menjalankan pesan terakhirnya”, kata Hikaru cepat.
Daiki sedang bersantai dikamarnya, membiarkan badannya terbaring di kasur. Matanya menatap langit-langit kamar, memikirkan apa yang terjadi besok, saat perjanjian itu terpeuhi maka ia harus mengambil nyawa gadis itu dengan tangannya sendiri. Padahal dulu ia tidak bisa melakukan itu padanya.
Saat itu pintu kamarnya terbuka. Seseorang memasuki kamar itu.
“Licik sekali kau. Memberi tugas ini padaku”, kata Daiki yang langsung bangkit dari kasurnya. Menatap orang itu dengan kebencian.
“Oh, maaf. Aku tidak sengaja menempatkanmu dalam tugas ini”, kata laki-laki itu santai. “Sebagai ketua di tempat ini aku berusaha mengatur semua tugas dengan baik, dan aku pikir ini ini baik untukmu”, katanya seraya tersenyum sinis.
“Apa maksudmu Yabu?”, Tanya Daiki.
Kota Yabu, adalah pengawas dari langit yang dikirim untuk mengatur semua tugas Messenger God. Ia bukan dewa buangan seperti yang lainnya yang ada di rumah itu. Dia bebas mengatur siapa yang akan melaksanakan tugas-tugas itu.
“Kau dibuang karena suatu kesalahan, sebagai dewa kematian. Aku ingin kau memperbaiki kesalahanmu dengan tugas kali ini. Dan orang yang sama, yang kau panjangkan umurnya itu”, ujar yabu tenang. “Anggap saja, uhm… karena waktu itu kau tidak bisa mengambil nyawanya sebagai dewa kematian, sekarang perbaiki kesalahanmu dengan mengambil nyawanya sebagai Messenger God”, tambahnya
“Aku tidak akan gagal, kali ini!”, kata Daiki serius.
“Baiklah, aku pegang kata-katamu”, Yabu melangkah keluar kamar itu. Meninggalkan Daiki yang sedang kacau balau.
õõõ
Yabu kembali keruangannya. Ia menduduki sofa di ruangan itu. Seketika ia tersenyum entah karena apa.
Seseorang masuk ke ruangannya, tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Yamada Ryosuke.
“Yabu-san kejam sekali pada Daiki”, katanya yang langsung menghampiri Yabu. “Apa Yabu-san memiliki maksud tertentu?”.
Yabu terlihat berpikir, taka lama ia tersenyum. “Tidak, tidak ada maksud apa-apa. Aku hanya ingin melihat pertunjukan yang menarik”, jawabnya.
To be continue…